Sajak Mata-mata-W.S. Rendra
Ada suara bising di bawah tanah.
Ada suara gaduh di atas tanah.
Ada ucapan-ucapan kacau di antara rumah-rumah.
Ada tangis tak menentu di tengah sawah.
Dan, lho, ini di belakang saya,
ada tentara marah-marah.
Apa saja yang terjadi? Aku tak tahu.
Aku melihat kilatan-kilatan api berkobar.
Aku melihat isyarat-isyarat.
Semua tidak jelas maknanya.
Raut wajah yang sengsara, tak bisa bicara,
mengganggu pemandanganku.
Apa saja yang terjadi? Aku tak tahu.
Pendengaran dan penglihatan
menyesakkan perasaan,
membuat keresahan-----
Ini terjadi karena apa-apa yang terjadi
terjadi tanpa kutahu telah terjadi.
Aku tak tahu.
Tak ada yang tahu.
Betapa kita akan tahu,
kalau koran-koran ditekan sensor,
dan mimbar-mimbar yang bebas telah dikontrol.
Koran-koran adalah penerusan mata kita.
Kini sudah diganti mata yang resmi.
Kita tidak lagi meihat kenyataan yang beragam.
Kita hanya diberi gambaran model keadaan
yang sudah dijahit oleh penjahit resmi.
Mata rakyat sudah dicabut.
Rakyat meraba-raba di dalam kasak-kusuk.
Mata pemerintah juga di ancam bencana.
Terasing di belakang meja kekuasaan.
Mata pemerintah yang sejati
sudah diganti mata-mata.
Barisan mata-mata mahal biayanya.
Banyak makanannya.
Sukar diaturnya.
Sedangkan laporannya
mirip pandangan mata muda kereta
yang dibatasi tudung mata.
Di dalam pandangan yang kabur,
semua orang marah-marah.
Rakyat marah, pemerintah marah,
semua marah lantaran tak punya mata.
Semua mata sudah disabotir.
Mata yang bebas beredar hanyalah mata-mata.
Hospital Rancabadak, Bandung, 28 Januari 1978
Source by :
Pengarang : Rendra
Penerbit buku : Burung Merak Press
Desain Sampul : DS Priyadi
postingan ini telah di setujui oleh Bapak Edy Haryono, selaku editor buku "Rendra Potret Pembangunan Dalam Puisi" melalui SmS
No comments:
Post a Comment